Sabtu, 14 Januari 2012

Garis Batas


Senja itu, Ia duduk di tepi jalanan yang sepi, membiarkan rambutnya berantakan tertiup angin, sementara matanya terus memandang langit yang jingga. Langit senja itu begitu cerah, garis horison terlihat jelas membatasi langit dan bumi. Garis yang tak nyata tapi memiliki nama dan terlihat ada. Ia berlahan mengalihkan pandangan dari langit dan mulai memandangi sekeliling tubuhnya, Ia merasa terdapat garis batas yang melingkupi dirinya. Ia berguman, “tidak semua orang bisa memasuki garis batas diri ini, pun tidak mudah bagiku untuk melangkah ke luar dari garis ini”. Ia berusaha mengingat kapan Ia berhasil keluar dari batas diri, namun tidak satu kenangan pun yang terlintas. Kemudian Ia mencoba mengingat kapan Ia membiarkan seseorang melintas masuk ke dalam garis itu, seingatnya hanya sekali, itu pun cepat-cepat didorongnya untuk pergi. Wilayah sempit yang ada di dalam garis batas ini adalah miliknya, diri akan jadi hilang ketika orang lain juga berusaha menempatinya. Garis itu melindungi dari rasa sakit hati yang berlebihan karena tidak seorang pun bisa memasuki wilayah inti hati. Ia merasa aman di dalam garis batas.

Namun garis itu juga membatasinya. Ia tidak pernah berani untuk benar-benar ke luar dari batas yang Ia ciptakan sendiri. Tanpa ragu Ia akan mengeluarkan orang dari kehidupannya ketika orang itu sudah melewati batas yang  ditentukan, dan Ia juga akan dengan cepat menarik dirinya ketika mulai berkeinginan untuk membebaskan diri dari batas. Sering Ia sudah berdiri di perbatasan garis dan bersiap melompat ke luar membebaskan diri, berlari bebas, berteriak keras, dan merasa hidup, namun Ia kembali meragu untuk kemudian melangkah masuk. Pernah sekali dalam hidupnya Ia membiarkan seseorang masuk, namun sungguh tidak nyaman, tidak percaya, dan tidak ingin membiarkan dirinya rentan. Mungkin Ia membiarkan masuk orang yang salah, namun Ia sudah tidak pedul lagi. Satu-satunya kemungkinan adalah Ia hanya akan menempai ruang di dalam garis itu sendiri, tidak ada lagi yang bisa menyakitinya, meski sepi. Jingga di langit sudah mulai temaram, Ia berdiri, dan mulai berjalan menyusuri malam. Tangannya memeluk dirinya sendiri.

Januari 2012.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar