Oleh: Hapsari Sulistyani
I. Pengantar
Premis
dari analisis resepsi adalah bahwa teks media mendapatkan makna pada saat
peristiwa penerimaan, dan bahwa khalayak secara aktif memproduksi makna dari
media dengan menerima dan menginterpretasikan teks-teks sesuai posisi-posisi
sosial dan budaya mereka (Tuchman 1994;
van Zoonen 1994; Kellner 1995; MacBeth 1996 dalam CCMS:2002). Menurut
McRobbie (1991 di dalam CCMS:2002) analisis resepsi merupakan sebuah
“pendekatan kulturalis” dimana makna media dinegosiasikan oleh individual
berdasarkan pengalaman hidup mereka. Dengan kata lain pesan-pesan media secara
subjektif dikonstruksikan khalayak secara individual.
II. Khalayak Aktif
Menurut
Althusser teks dengan memanfaatkan ideologi melakukan pemanggilan (healling)
kepada subyek (khalayak sasaran) dan ketika khalayak sasaran tersebut
terpanggil berarti dia telah memposisikan dirinya sebagai subyek dan siap pula
tertundukkan dengan ritual-ritual tertentu. Karena itu penting untuk mengetahui
bagaimana teks yang ada di media mencoba menggiring khalayak (subyek) ke arah
pembacaan tertentu (Althusser:1984:47-49). Tetapi seperti sudah kita bahas
sebelumnya, pembaca belum tentu melakukan pembacaan sesuai apa yang diinginkan
oleh pembuat teks atau dengan kata lain khalayak melakukan interpretasi makna yang
terdapat di dalam teks secara aktif.
Menurut Antariksa (www.kunci.or.id), para penggagas kajian
resepsi mengatakan bahwa makna dominan yang diajukan oleh para produsen teks, belum bisa dipastikan merupakan makna yang
diaktifkan/diambil oleh para pembaca/khalayak/konsumen yang sesungguhnya. Artinya,
khalayak merupakan pencipta makna yang
aktif dalam hubungannya dengan teks. Mereka menerapkan berbagai latar belakang
sosial dan kultural yang diperoleh sebelumnya untuk membaca teks, sehingga
khalayak yang memiliki kharakteristik berbeda akan memaknai suatu teks secara
berbeda pula.
Peran aktif khalayak di dalam memaknai teks media dapat
terlihat pada premis-premis dari Model encoding/decoding Stuart Hall yang
merupakan dasar dari analisis resepsi:
·
Peristiwa yang sama dapat
dikirimkan atau diterjemahkan lebih dari satu cara.
·
Pesan selalu mengandung lebih dari
satu potensi pembacaan. Tujuan pesan dan arahan pembacaan memang ada, tetapi
itu tidak akan bisa menutup hanya menjadi satu pembacaan saja: mereka masih
polisemi (secara prinsip masih memungkinkan munculnya variasi interpretasi).
·
Memahami pesan juga merupakan
praktek yang problematik, sebagaimanapun itu tampak transparan dan alami.
Pengiriman pesan secara satu arah akan selalu mungkin untuk diterima atau
dipahami dengan cara yang berbeda.
Pesan-pesan
yang ada di media massa merupakan gabungan dari berbagai tanda yang kompleks,
dimana sebuah “preferred reading”
telah ditentukan, tetapi masih
memiliki potensi diterima dengan cara yang berbeda dengan bagaimana itu di
kirimkan. Di dalam studi resepsi preferred
reading dimaknai sebagai makna yang secara dominan ditawarkan di dalam
teks.
Teks
media biasanya mengarahkan pemaknaan khalayak ke arah yang diinginkan. Untuk
mengetahui makna dominan yang ditawarkan oleh media, kita bisa melakukan
analisis struktur internal dari teks. Khalayak mungkin melakukan pembacaan
alternatif yang berbeda dengan pemaknaan yang ditawarkan oleh media. Biasanya
perbedaan pemaknaan muncul karena perbedaan posisi sosial dan/atau pengalaman
budaya antara pembaca dan produsen media. Menurut Hall (di dalam O’sullivan et
al. 1994), terdapat tiga tipe utama dari pemaknaan atau pembacaan khalayak terhadap
teks media:
- The
dominant-hegemonic; terjadi jika seseorang atau
sekelompok orang melakukan pemaknaan sesuai dengan makna dominan (preferred reading) yang ditawarkan
oleh teks media.
- The
negotiated reading; mengakui legitimasi dari kode
dominan, tapi mengadaptasi pembacaan sesuai kondisi sosial mereka.
- The
oppositional reading, yang menghasilkan pembacaan
radikal terhadap teks atau yang berlawanan dengan preferred reading.
III. Makna dalam Studi
Resepsi
Menurut Grossberg (CCMS, 2002), pendekatan
penelitian khalayak baru menyoroti generalisasi makna yang terjadi di dalam penelitian
komunikasi. Generalisasi makna merupakan asumsi yang sering digarisbawahi oleh
model transmisi komunikasi, seperti Laswell atau Shannon-Weaver (sebagian besar
didominasi oleh orang-orang Amerika, yang oreantasi politiknya
liberal-pluralist) dimana transmisi makna dari pengirim kepada penerima adalah
suatu proses yang relatif tidak bermasalah. Pengirim mengirimkan makna melalui
simbol yang ditransmisikan kepada penerima, yang kemudian membawa makna itu
keluar kembali.
Pendekatan semiotik memandang makna dengan sedikit
berbeda. Pendekatan semiologis melihat makna sebagai konstruksi sosial. Kalau
kita mengikuti pendekatan ini sampai kepada kesimpulan logis yang diambil, akan
muncul pertanyaan sejauh mana kemungkinan untuk mengklaim bahwa makna-makna itu
ada di dalam tanda-tanda yang kita gunakan. Tetapi tidak benar juga jika kita
tidak melihat makna yang ada di dalam teks itu sama sekali dan lebih
mementingkan bagaimana makna dikonstruksi pada titik temu antara teks dengan
pembaca. Kondisi seperti itulah yang disoroti oleh pendekatan baru dari
penelitian khalayak.
Teks-teks di dalam media memang polisemik, memiliki banyak penekanan, dan makna yang
muncul tidak natural. Pendekatan baru di dalam penelitian khalayak adalah
merupakan koreksi yang berguna terhadap kecenderungan dari beberapa analisis semiotik
yang berasumsi bahwa makna itu terdapat di dalam teks. Penelitian ini juga
merupakan koreksi dari kecenderungan beberapa pengikut “political economy”
media yang berasumsi bahwa pemilik
organisasi media memiliki kekuatan
ideologis, tetapi beberapa analisis resepsi secara simpel mengabaikan detail
dari khalayak menuju kesimpulan yang tidak kritis bahwa khalayak memaknai sesuatu secara
berbeda. Kesimpulan seperti itu tidak
memadai karena peneliti seharusnya juga melihat mengapa khalayak memaknai
sesuatu secara berbeda, fakto-faktor psikologis dan sosial apa yang mempengaruhi
perbedaan tersebut, dan konsekuensi sosial apakah yang muncul?.
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang perlu diinvestigasi. Kritik lain yang muncul
terhadap resepsi analisis adalah kecenderungannya untuk mengklaim bahwa
pembacaan yang menyimpang otomatis oposisi atau berlawanan, padahal budaya dan
penerapannya tidaklah oposisi biner. Kita butuh riset lebih lanjut untuk
melihat bagaimana beberapa dari pembacaan yang muncul itu menentang atau
berlawanan sedangkan beberapa pembacaan yang lain tidak.
Bagaimanapun pada analisis akhir, sulit
dipercaya bahwa sebuah penelitian diadakan pada sebuah kekosongan politik.
Penghargaan terhadap kekuatan khalayak untuk interpretasi sepertinya merupakan
suatu bentuk perlawanan yang mengalihkan kita dari isu sentral mengenai
bagaimana interpretasi yang dilakukan sehari-hari dipengaruhi oleh dominasi
kapitalisme global. Tahanan dari Stalin menato slogan anti Stalin di kulit
wajah mereka. Tato tersebut kemudian dipotong dan kulitnya dikelupas terus
sampai tato itu hilang, menurut Solzhenitzyn salah satu tahanan tersebut
dikenal sebagai The Stare (melotot) karena sangat sedikit kulitnya yang
tertinggal sehingga dia tidak dapat memejamkan mata. Perlawanan, ya, dan pada
sebuah skala heroik, tetapi studi kultural dalam bahaya jika memfokuskan
terlalu dekat pada heroisme dan gagal untuk melihat secara detail apa yang
menyelubungi heroisme tersebut.
IV. Contoh Penelitian Resepsi
Morley pada tahun 1980 melakukan peneitian mengenai
pemaknaan terhadap siaran Nationwide (dalam
CCMS, 2002). Morley meneliti pemaknaan tersebut pada orang-orang yang berada
pada kelas sosial yang sama. Tetapi ternyata kelompok yang memiliki kelas sosial
yang sama tersebut memunculkan sub-kelas yang memaknai program Nationwide tersebut secara berbeda.
Morley menemukan, manajer bank, contohnya jarang berkomentar mengenai isi aktual
dari program tersebut tetapi tampaknya mereka lebih senang berbagi mengenai
kerangka logika dari asusmsi yang dibuat oleh Nationwide. Untuk kelompok yang lain aspek isi program adalah hal
yang sangat penting. Sebuah kelompok manajer training melihat ada item-item
program yang bisa bermanfaat terhadap organisasi. Sebuah kelompok mahasiswa
seni secara khusus tertarik pada metode-metode yang dipakai oleh pembuat
program untuk mengkonstruksi wacana Nationwide.
Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun di dalam membuat
teks atau produser sudah mempertimbangkan karakteristik khalayak sasaran
sehingga mereka menggunakan mitos-mitos tertentu yang dianggap sesuai untuk
mengarahkan pembacaan khalayak ke arah yang dia inginkan. Tetapi ternyata hal
tersebut tidak dapat menghindarkan pembacaan yang berbeda dari mereka yang
secara segmentasi seharusnya berada pada kelas sosial yang sama.
Ien Ang menyatakan analisis resepsi meneliti bagaimana
khalayak mengkonstruksi makna keluar dari yang ditawarkan oleh media. Asumsi
awal yang dikemukakan oleh Ien Ang, makna di dalam media bukanlah suatu yang
tidak bisa berupah atau inheren di dalam teks. Media teks memunculkan makna
hanya pada saat resepsi, adalah ketika teks itu di baca, di lihat atau di
dengar. Dengan kata lain, khalayak dipandang sebagai produser makna, tidak
hanya konsumen isi media, Mereka menginterpretasi teks media dengan cara yang
sesuai dengan pengalaman subjektif yang berkaitan dengan situasi tertentu. Analisis
resepsi tidak langsung ditujukan kepada individu yang mencoba memaknai sebuah
teks tetapi juga makna sosial yang melingkupinya (Storey, 1993).
Senada dengan Ien Ang, Morley masih di dalam tulisannya
mengenai penelitian khalayak, pada akhir tahun 1980-an, sebuah langkah lebih
lanjut dari pengembangan studi khalayak, memfokuskan pada konteks domestik
resepsi televisi di dalam keluarga, seringkali menggunakan metodologi etnografi
dan memfokuskan pada perbedaan gender dan karakteristik menonton televisi di
dalam keluarga.
V. Langkah-langkah Penelitian
Resepsi
Analisis
resepsi berargumen jika khalayak berada
dalam kerangka budaya yang sama dengan produser teks, maka pembacaan oleh
khalayak terhadap teks kemungkinan masih sama dengan produksi tekstual. Sebaliknya,
kalau anggota khalayak berada pada posisi sosial yang berbeda (dalam hal kelas
atau gender, misalnya) dari para produsen teks, khalayak akan bisa memaknai
teks itu secara alternatif atau berbeda (Antariksa, www.kunci.or.id).
Berikut ini adalah langkah-langkah penelitian
resepsi:
1.
Identifikasi teks dan
pertimbangkan tujuan dari analisis resepsi: kenapa teks itu dipilih dan kenapa
teks tersebut perlu dianalisis dengan resepsi?.
2.
Pengumpulan data: metode
pengumpulan data yang akan digunakan pada penlitian ini adalah wawancara
mendalam. Subjek penelitian diminta untuk retelling mengenai teks yang sudah
dikonsumsinya.
3.
Menganalisis preferred reading
dari teks yang akan diteliti dengan melakukan analisis semiotik terhadap
struktur internal dari teks.
4.
Analisis dan interpretasi data
dari wawancara mendalam, pada penelitian resepsi tidak ada pembedaan yang
absolut antara analisis dan interpretasi khalayak mengenai pengalaman media
mereka. Data hasil dari wawancara dibuat transkrip, kemudian di buat
kategorisasi berdasarkan tema-tema yang muncul pada pemaknaan yang dilakukan
subjek penelitian (makna yang dimunculkan).
5.
Tema-tema yang muncul kemudian
dianalisis dengan mempertimbangkan diskursus yang meliputi proses pemaknaan, karakteristik
individu, cara pemaknaan, sekaligus juga konteks sosial dan kultural yang
melingkupi proses pemaknaan. Pada bagian ini tidak hanya analisis dari
wawancara tetapi juga studi diakronik dengan menggunakan prinsip interteks dari
analisis wacana, dimana wacana dari khalayak diinterpretasikan dengan
mempertimbangkan konteks baik itu wacana
teks media maupun konteks sosial, dan
kondisi psikologis dari khalayak.
6.
Tema-tema yang muncul dibandingkan
dengan preferred reading untuk
kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kelompok pemaknaan; dominant reading,
oppositional reading dan negotiated reading.
VI. Penutup
Penelitian
resepsi merupakan perbandingan antara diskursus media dengan diskursus
khalayak. Penelitian ini mempertimbangkan setting “context” historis dan
kultural yang mempengaruhi pemaknaan. Sebagai respon dari studi tekstual,
penelitian resepsi berpendapat bahwa khalayak media massa harus diteliti
sebagai suatu kondisi sosial yang spesifik untuk dianalisis.
DAFTAR PUSTAKA
Althusser, Louis, (1984) Ideology and Ideological State Aparatuses, Verso, London
Antariksa, Politik,
Teori, Metode, dan Medan Minat Kajian Budaya, www.kunci.or.id
retrieved 1 Desember 2006.
Cruz, Jon and Lewis, Justin, (1994) Viewing,
Reading, Listening, Westview Press, Boulder.
O’Sullivan, Tom, (1994) Key Concept in Communication and Cultural Studies, Routledge,
London.
Storey, John, (1993), An Introductory Guide to Cultural Theory and Popular Culture,
Harvester Wheatsheaf, New York
Reception Analysis,
http://www.cultsock.ndirect.co.uk/
MUHome/cshtml/index.html, Retrieved 8 Oktober 2002.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusDaftar Agen Judi Poker, Adukiu, QQ, BandarQ Online Terpercaya Di Indonesia Sekarang Juga...
BalasHapusTingkat kemenangan 80% Ayo Buruan Tunggu Apa Lagi Daftarkan Diri anda sekarang juga...
CentralQQ
CentralQQ
CentralQQ
CentralQQ
CentralQQ
CentralQQ